Aku seperti kenal dia. Dia seperti aku. Aku seperti mengenalnya. Dia seperti aku. Dia selalu mencari keributan. Dia selalu mencari sensasi. Beda denganku yang hanya diam. Hanya mengeluh di dalam hati. Tapi maksud kami sama. Kami hanya ingin dianggap ada. Kami hanya ingin dihargai. Bukan untuk dicuekin. Karena kami punya penyakit yang sama. Kami rindu pada kebahagiaan. Hanya itu. Kami rindu sekali dengan orang yang kami cintai. Hanya itu. Kami rindu dengan apa yang membuat kami ada. Membuat kami berharga. Membuat kami hidup.
Rasa frustasi itu kadang datang. Kadang tidak. Aku melihatnya seperti aku melihat diriku. Kadang ia bisa tertawa. Kadang ia menangis tersedu. Tapi ia itu aku. Aku sama sepertinya. Kadang ada gejolak di hati kami. Kami ingin meluapkan itu. Tapi tak bisa. Hanya tertahan di hati. Dan itu membuat tingkah kami menjadi aneh. Ia menjadi ambisius dan egois. Sedangkan aku menjadi lebih diam dan hanya menggerutu dalam hati.
Kami hanya meminta keadilan. Ambisius yang keluar dari hatinya. Karena ia dendam. Ia tak dapat menyelesaikan masalah. Masalah yang sebenarnya. tersimpan rapih di otaknya. Kami takut terhadap sebuah impian. Yang kami jalani ya hanya waktu sekarang. Tak ada kemarin ataupun besok. Sekali lagi. Kami meminta keadilan. Kami tak pernah meminta yang lain.
Kami rapuh. Aku rapuh. Dia rapuh. Tapi kami sok kuat. Karena kami harus menjadi contoh yang baik. Tapi emosi itu tak tersalurkan. Hanya ada pikiran-pikiran menyiksa di hati kami. Di otak kami. Setiap hari kami dihantui oleh rasa ketidaknyamanan. Sekali lagi. Kami meminta keadilan. Kami meminta harga. Dihargai adalah kenikmatan yang sangat abadi untuk kami. Dianggap ada dan penting. Bukan hanya sebagai pelengkap, tapi sebagai bahan utama.
Ya kan? Aku tahu perasaan kamu. Aku tahu itu. Aku bisa lihat di mata kamu. Mata kamu sendu. Sebenarnya dulu pernah ceria. Tapi keceriaan itu hilang. Bersamaan dengan gejolak hati kamu yang disimpan di otak. Kamu selalu memakai logika. Tak memakai hati. Itu yang membuat kamu kuat. Tapi jika kamu tengok hati kamu sedikit. Pasti kamu sudah menemukan banyak kebocoran darah disana. Hatimu sakit. Aku tahu perasaan kamu. Karena aku sepertimu.
Tapi kadang aku membencimu. Karena aku tak menyukai perbuatanmu. Itulah kepribadian yang palsu darimu. Dan aku nggak pernah suka itu. Karena itu jauh dari akal sehat. Kami harus apa?
Apa yang harus kami adilkan? Apa yang harus dihargai dari kami? Kami hanya punya akal dan hati. Bahkan, dengan orang yang kami suka. Kami tak mampu mengungkapkannya.
Semuanya tersimpan rapih disini. Di otak kami. Sekali lagi. Hanya ada pikiran berkutat setiap waktu disini. Di otak kami. Tak ada niat untuk mengungkapkannya. Karena kami tahu itu percuma dan sia-sia.
Sekarang aku bisa membedakan. Apa yang salah di antara aku, kau, dan kami? Itu adalah ketertutupan. Aku bisa membayangkan betapa tertutupnya dia. Aku tahu aku juga tertutup. Tapi itulah kami. Kami hanyalah manusia yang ingin kepuasan diri. Yaitu menjadi ada dan berada dan diadain. Bukan sebagai patung. Bukan sebagai jarum jam tapi sebagai batu baterai. Bukan seperti kipas angin tapi sebagai listrik. Bukan seperti ikan tapi seperti air.
Kami ingin kami dihargai. Itu saja. Kami ingin kami dicintai. Itu saja. Banyak orang salah persepsi terhadap kami. Aku, kamu, kami, sama-sama sering menampilkan karakter palsu kami di depan umum. Sebenarnya tak pernah mau. Kami menampilkan karakter yang negatif itu. Tapi terpaksa, karena hati sedang tak bertindak.
Kadang kami ingin berubah. Aku juga ingin berubah. Mungkin kamu juga ingin berubah. Tapi apa daya? Kami nggak bisa. Karakter negatif itu sudah tertanam di dalam diri kami. Kami tak menyukai masa lalu yang dibongkar. Kami lebih senang merahasiakannya. Menutupnya dalam-dalam. Sehingga tak ada orang tahu, bahkan kami sendiri pun nggak tahu.
Aku cuma ingin aku dan kamu menjadi kami yang benar-benar dihargai. Dianggap ada. Dicintai. Tak lain dan tak bukan karena itu adalah kami. Kami, aku, dan kamu.
By : Annisa Nandasari Maulidya
For : Seseorang diluar sana yang merasakan seperti ini. :)
Sabtu, Agustus 21, 2010
Langganan:
Postingan (Atom)